A. Ringkasan
Cerita
Di suatu desa,
hiduplah seorang perempuan tua yang biasa
dipanggil Nyi Randa Tarub, dia mempunyai anak
bernama Jaka Tarub yang telah
tumbuh menjadi seorang pemuda dewasa yang tampan dan selalu menolong ibunya.
Suatu hari ketika dia sedang mencari kayu bakar, yang kemudian ia melihat 4
bidadari yang sedang menari. Lalu ada bisikan dari dalam diri Jaka Tarub untuk
mengambil salah satu selendang, dan secara mengendap-endap dia mengambil salah
satunya. Ketika para bidadari itu hendak kembali ke Khayangan, salah satu dari
mereka panik karena tidak menemukan selendangnya, tapi ketiga bidadari lain
tidak dapat berbuat apa-apa.
Melihat hal tersebut Jaka Tarub mendekati sang bidadari yang tertinggal bernama Nawang Wulan itu. Lalu Nawang
Wulan terpaksa harus menceritakan semuanya, Dewi Nawang Wulan tidak punya
pilihan lain, akhirnya dia ikut ke rumah Jaka Tarub.
Hari berganti hari, ibunda Jaka Tarub meninggal dunia
dan mereka pun menikah. Bagaimanapun Dewi Nawang Wulan adalah seorang bidadari
sehingga dia mempunyai kelebihan, salah satunya adalah dapat membuat sebakul
nasi hanya dari sebutir beras, asalkan tidak ada yang mengetahui hal itu,
itulah sebabnya Dewi Nawang Wulan melarang suaminya untuk membuka tanakan
nasinya, namun Jaka Tarub tidak sanggup menahan rasa penasarannya, dia membuka
tanakan nasi itu dan sangat terkejut karena hanya ada sebutir padi di dalamnya.
Nawang Wulan memergoki suaminya itu dan seketika kesaktiannyapun hilang. Lalu
suatu hari ketika Dewi Nawang Wulan mengambil beras, ia menemukan selendangnya
dan kemudian iapun memutuskan kembali ke Khayangan dan meninggalkan Jaka Tarub.
B.
Unsur Cerita
·
Tema
-
Percintaan
·
Tokoh dan Watak
1.
Jaka Tarub :
Baik, egois, berfikiran pendek, dan berhati besar.
2.
Nawang Wulan :
Baik, pemaaf, dan penyayang.
3.
Ibunda Jaka Tarub :
Baik, bijaksana, tidak mau terlihat lemah.
4.
Nawang Mayang :
Baik dan bijaksana.
5.
Nawang Ita :
Baik dan cuek.
6.
Nawang Sari :
Baik dan cuek.
·
Nilai-Nilai yang Terkandung
-
Kejujuran
-
Kesetiaan
-
Kekeluargaan
-
Keterbukaan
·
Hal-Hal yang Menarik
1.
Ada sekelompok bidadari dari kayangan yang mandi
di danau, tengah hutan.
2.
Bidadari itu
menggunakan selendangnya untuk berpergian.
3.
Bidadari-bidadari
ini mempunyai ilmu sihir, dan menggunakan sihir tersebut untuk kehidupannya.
4.
Kisah cinta yang tragis, karena harus meninggalkan
luka akibat kebohongan yang dibuat oleh Jaka Tarub.
5.
Kisah cinta yang tidak bisa bersatu.
C. Naskah Drama
Alkisah di suatu desa nan jauh disana
hiduplah seorang lelaki muda bersama ibunya. Lelaki itu biasa dipanggil Jaka
Tarub, awalnya hidup mereka begitu bahagia namun kemudian ibunya menderita
sakit parah. Suatu hari Ibunya memerintahkannya kehutan untuk mencari kayu
bakar untuk persediaan bahan bakar untuk memasak.
Ibu : “Jaka.... Jaka.... kemari sebentar nak!”
Jaka Tarub : “Iya ibu, ada apa?”(menghampiri ibu.)
Ibu : “Tolong carikan ibu kayu bakar di hutan,
persediaan kita sudah hampir habis. Ibu tidak kuat jalan, kaki ibu sakit nak!”
Jaka Tarub : “ Iya ibu, nanti Jaka carikan, sekarang
ibu istirahat saja ya! Sepertinya, kondisi kesehatan ibu menurun lagi.”
(Jaka mengantarkan ibunya kedalam kamar, dan
membantunya berbaring.)
Jaka Tarub : “Ibu, saya pamit kehutan ya. Jaka tidak
lama kok bu.”
Ibu : “Iya, Jaka hati-hati ya!”
(Diperjalan, Jaka berbicara sendiri pada dirinya.)
Jaka Tarub : “Andaikan, bapa masih ada, pasti ibu akan
merasa jauh lebih bahagia. Andaikan aku memiliki banyak uang, ibu pasti tidak
akan sakit-sakitan. Andaikan aku memiliki seorang istri, hidupku pun pasti jauh
lebih berwarna ada yang mengurusiku sekaligus ibuku. Tuhan, berikan aku jalan
agar ibuku bahagia.”
(Ketika Jaka hampir sampai di tempat dimana ia biasa
mengambil kayu, ia melihat beberapa orang gadis berparas cantik berlarian penuh
canda tawa.)
Jaka Tarub : “Siapa gadis-gadis itu? apa yang sedang
mereka lakukan di tengah hutan seperti ini? Apakah mungkin mereka... bidadari?
Tapi seingatku, hari ini aku tidak memakai axe.”(bersembunyi kebalik semak.)
....
Nawang Mayang : “Adik – adik kita menari di sini saja
ya.”
Nawang Sari: “Iya kak, aku setuju.”
Nawang Ita: “Ya kak, udaranya juga sejuk.”
Nawang Mayang : “Oh ya, supaya kita lebih leluasa kita
simpan selendangnya ya.”
Nawang Wulan: “Lalu kita taruh selendangnya dimana?”
Nawang Mayang: “Em... bagaimana kalau di atas batu itu
saja?”
Nawang Sari: “Ide yang bagus ka, tapi kalau kotor
bagaimana?”
Nawang Mayang : “Ya kan ada Rinso, berani kotor itu
baik loh.”
Nawang Ita : “Kakak kita memang pintar ya.”
Nawang Wulan : “ Yasudah kita simpan disana, yang rapi
ya kakak-kakakku.”
Nawang Mayang, Sari, Ita : “ Iya pesek.”
(Sementara para bidadari sedang asik menari, munculah
pemikiran licik dari Jaka Tarub untuk mengambil selendang bidadari-bidadari itu
untuk menarik perhatian mereka.)
Jaka Tarub : “Jika aku mengambil salah satu selendang
bidadari itu, apakah mungkin mereka akan ikut bersamaku? Sudahlah aku ambil
saja, apa salahnya mencoba? niatanku kan baik.”
(Jaka Tarub mengambil salah satu selendang dan kembali
kebalik semak menunggu bidadari-bidadari itu selesai menari.)
Nawang Sari : “Kakak, adik, aku lapar. Kita pulang
saja yu.”
Nawang Ita : “ Iya nih, aku juga lapar, terus kulitku
sudah mulai kedinginan.”
Nawang Mayang : “Baiklah, lagipula hari sudah mulai
gelap. Mari kita pulang.”
(Ketika mengambil selendang, Nawang Wulan terkejut karena
selendangnya tidak ada.)
Nawang Wulan : “Selendangku, selendangku tidak ada kak.”(panik)
Nawang Mayang : “Apa? Tadi kamu simpan dimana?”
Nawang Wulan : “ Tadi aku simpan disini, aku yakin aku
simpan disini disamping selendang kak Mayang.”
Nawang Ita : “Coba kita cari lagi pelan-pelan
disekeliling sini! Mungkin tadi ada angin yang menerbangkannya.”
Nawang Sari : “ Aku cari kesebelah sini kak.”(mencari-cari.)
Nawang Mayang : “Aku tak menemukan apa-apa. “
Nawang Sari : “Aku juga.”
Nawang Ita : “Aku juga begitu.”
Nawang Wulan : “Lalu bagaimana kak? Aku tidak akan
bisa pulang?”
Nawang Ita: “Oh, hari sudah gelap, kita harus pergi
dari sini.”
Nawang Wulan : “ Tapi bagaimana mungkin? Kalian akan
meninggalkanku disini?”
Nawang Mayang: “ Kami tidak bisa berbuat apapun Wulan.”
Nawang Sari : “ Kau terpaksa kami tinggalkan dik, tapi
bawalah I-phone ini. Benda ini bisa
menyambungkan antara kau dan kami di Khayangan.”
Nawang Mayang : “ Sesampainya kami di Khayangan kami
akan coba mencari bantuan bagaimana caranya agar kamu bisa kembali.”
Nawang Wulan : “ Tapi kak...”(sedih)
Nawang Wulan : “ Tapi kak...”(sedih)
Nawang Mayang : “ Kami pergi dulu.”
(Ketiga kaka Nawang Wulan pun pergi.)
Nawang Wulan : “Kakak... tunggu aku, aku harus
bagaimana disini. Tuhan, apa yang harus aku lakukan. Aku tak mengenal tempat
ini, aku harus bagaimana.”
(Nawang Wulan menangis, Jaka tarub melihat apa yang
terjadi. Kemudian ia mulai keluar dari semak-semak dan mulai berbicara pada
Nawang Wulan.)
Jaka Tarub : “Ehm, Siapakah dirimu? Apa yang sedang
kamu lakukan di tengah hutan seperti ini sendirian?”
Nawang Wulan : “ Siapa kamu? Jangan sakiti aku.”(menjauh.)
Jaka Tarub : “Tenang, aku tidak akan menyakiti kamu.
Aku hanya mendengar tangisan seorang wanita dari balik semak itu.”(meyakinkan)
Nawang Wulan : “(Menatap sinis) benar kau tidak akan
menyakiti ku?”
Jaka Tarub : “Tentu saja, aku hanya ingin tau siapa
dan dirimu dan apa masalahmu.”
Nawang Wulan : “Namaku Nawang Wulan, aku tersesat
disini.”
Jaka Tarub : “Apakah kau seorang bidadari dari Khayangan?”
Nawang Wulan : “Kurang lebih seperti itu, selendangku
hilang aku tidak bisa kembali ke Khayangan tanpa selendang itu dan saudara-saudaraku
meninggalkanku disini.”
Jaka Tarub : “ Oh sungguh malang nasibmu. Tenanglah,
aku disini berniat untuk membantumu apakah kau mau ikut pulang bersamaku?
Selama selendangmu belum ketemu lebih baik kau tinggal bersamaku.”
Nawang Wulan : “Baiklah aku akan ikut, asalkan kau
berjanji tidak akan menyakitiku dan akan membantuku untuk menemukan
selendangku.”
Jaka Tarub : “Ya tentu aku berjanji, mari ikuti aku.”
Nawang Wulan : “Terimakasih, oh ya namamu siapa?”
Jaka Tarub : “Namaku Jaka Tarub, kau bisa memanggilku
Jaka.”
Kemudian Dewi Nawang Wulan pun ikut
pulang bersama Jaka Tarub, ia tidak mengetahui bahwa sesungguhnya selendang
miliknya ada pada Jaka Tarub. Jaka Tarub terus berusaha bersikap biasa karena
ia takut perbuatannya diketahui oleh Nawang Wulan. Dan akhirnya merekapun
pulang kerumah Jaka.
Sesampainya dirumah...
Jaka Tarub : “Ibu, Jaka pulang”
Ibu : “Iya Jaka, apakah kamu mendapatkan kayu
bakarnya?”
Jaka Tarub : “Iya bu, oh ya bu ada yang ingin Jaka
kenalkan pada ibu.” (Nawang Wulan masuk)
Ibu : “Siapa gerangan gadis cantik ini?”(tersenyum)
Nawang Wulan : “Ibu, saya Nawang Wulan. Saya tersesat
disini.”
Jaka Tarub : “Ibu, bolehkah ia tinggal dirumah kita?
Kasihan dia bu, ia seorang diri di hutan.”(muka memelas)
Ibu : “Dengan senang hati anaku.”
Nawang Wulan: “Terimakasih ibu.”(mencium tangan ibu)
Akhirnya Nawang Wulan tinggal bersama
Jaka Tarub, Jaka Tarub memutuskan untuk tetap menyembunyikan selendang Nawang
Wulan karena ia tidak ingin Nawang Wulan pergi, karena ia mulai merasakan rasa
cinta sejak pandangan pertama.
Jaka Tarub : “Sebaiknya selendang ini aku simpan di
dalam gentong ini saja.”
Ibu : “Jaka...Jaka...”
Jaka Tarub : “Iya bu, ibu kenapa turun dari ranjang?
Ibu mau apa?”
Ibu : “Ibu haus nak.”
Nawang Wulan :
“Jaka... Ibu kenapa?”(panik)
Jaka Tarub : “Ibu sedang sakit Wulan.”
Ibu : “Tidak, ibu baik-bak saja ko.”
Nawang Wulan : “Kalau ibu memang sakit, ibu tidak usah
memaksakan diri. Biar Wulan yang menjaga ibu. Ayo bu biar Wulan antar ibu ke
kamar.”
Setiap hari Nawang Wulan dan Jaka Tarub
semakin dekat dan Nawang Wulanpun merasa nyaman tinggal bersamanya. Namun
setiap hari juga kondisi ibu Jaka Tarub semakin parah, lalu Nawang Wulanpun
teringat akan pesan kaka-kakanya yang dimana bila dia membutuhkan bantuan
gunakan I-phone pemberian kakaknya itu untuk memanggil mereka.
Nawang Wulan : “Kakak...kakak...bisakah kalian turun
kebumi aku membutuhkan bantuan kalian.”
(Kemudian angin mulai menghembus dan datanglah ke 3
bidadari itu.)
Nawang Mayang : “Ada apa adikku?“
Nawang Wulan : , ibunda Jaka Tarub sedang sakit parah
apakah kalian bisa membantuku?”
Nawang Sari : “Kami bisa saja menolongmu tapi sebagai gantinya
kesaktianmu akan melemah.”
Nawang Wulan : “Apakah harus
kekuatanku? Tapi aku tak bisa membiarkan ibu meninggal. “ (bingung)
Nawang Ita : “Jadi, apa pilihanmu?”
Nawang Wulan : “Baiklah kak, aku memilih menyelamatkan
ibunda Jaka Tarub.”
Nawang Mayang : “Peganglah botol ini, maka kekuatanmu
akan masuk kedalam air yang ada di dalam botol ini.”
Nawang Ita : “Air itu adalah obat untuk penyakitnya,
tuangkalah pada gelas lalu minumkanlah air itu padanya.”
Nawang Wulan : “Baiklah ka.”
Nawang Mayang : “Baiklah, sepertinya waktu kami disini
sudah teralu lama. Kami harus kembali ke Khayangan.”
Nawang Wulan : “Iya ka, terimakasih atas
pertolongannya. Sampaikan salamku untuk ayah dan bunda.”
Nawang Sari : “Iya adikku, baik-baik disini.”
Nawang Ita : “Dadah adik...”
Dirumah....
Nawang Wulan : “Sebaiknya aku simpan dulu disini
airnya, ibu masih tidur jadi aku mencuci dulu deh.”
(Tiba-tiba Jaka Tarub masuk.)
Jaka Tarub : “Ah, panas sekali ini. Nah kebetulan ada air
minum aku minum saja deh.”
Nawang Wulan : “Jakaaaa.... jangan....” (menghampiri
jaka)
Jaka Tarub : “Hah? Apa?“
Nawang Wulan : “Kenapa kamu minum air itu? air itu
obat untuk ibumu. Dan kamu menghabiskannya?” (kesal)
Jaka Tarub : “Apa? Aku tidak tau. Lalu bagaimana?”
Nawang Wulan : “Tidak tahu, ayo kita lihat ibumu.”
(Berjalan ke kamar.)
Jaka Tarub : “Ibu... ibu...”
Nawang Wulan : “Ibu... ibu sudah tiada Jaka.” (sedih)
Jaka Tarub : “Ibu...” (menangis)
Hari-hari dilalui Jaka Tarub dan Nawang
Wulan bersama. Lalu merekapun memutuskan untuk menikah. Namun suatu hari
terjadi sebuah peristiwa dimana peristiwa itu merupakan awal terjadinya
malapetaka.
Nawang Wulan : “Kakang Jaka, aku sedang menanak nasi tolong
kau jaga dan jangan kau buka kukusan itu.”
Jaka Tarub : “Baiklah akan kujaga.”
Jaka Tarub : “Baiklah akan kujaga.”
(Namun Jaka Tarub penasaran.)
Jaka Tarub : “Hah! hanya sebutir beras yang ditanaknya? pantas
saja beras di dalam gentong tak pernah habis.”
(Tiba-tiba Nawang Wulan muncul.)
Nawang Wulan : “Kakang! Kau telah membuka kukusan ini.
Sekarang aku tidak bisa menanak nasi hanya dari sebutir beras, aku harus
menumbuk padi agar persediaan beras tidak habis.”
Jaka tarub : “Maafkan aku isteriku, apa kukusan itu tidak
bisa diperbaiki lagi?” (merasa bersalah)
Nawang Wulan : “Tidak bisa kakang, kenapa kau tidak bisa
menjaga amanat ku kakang?”
Jaka Tarub : “Maafkan aku isteriku, maafkan aku.”
Sejak saat itu persediaan beras di
dalam gentong semakin menipis, dan suatu hari ketika Nawang Wulan sedang mengambil
beras ada sesuatu benda asing seperti selendangnya.
Nawang Wulan : “Oh apakah ini selendangku? Iya benar ini
selendangku, apa kakang Jaka yang mengambilnya? Tapi kenapa ia pura – pura
tidak tahu?”
(Jaka Tarub tiba-tiba menghampiri Nawang Wulan.)
Nawang Wulan : “Kakang, apakah kau yang mengambil selendangku
ini? Mengapa kakang membohongi aku? Kenapa kang? Jawab aku!” (menangis)
Jaka Tarub : “Ah selendang itu, tidak dengarkan dulu
penjelasanku, ini semua tidak seperti yang kau fikirkan Wulan.” (kaget)
Nawang Wulan : “Kakang Jaka, aku mohon pamit ke Khayangan.”
Jaka Tarub : “Nawang Wulan tunggu dulu, memang aku salah. Aku
mohon maaf.”
Nawang Wulan : “Kau telah menipuku selama ini kakang, apa
kakang kira dapat berbohong selamanya?”
Jaka tarub : “Aku mohon isteriku, tetaplah disini!”
(menangis)
Nawang Wulan: “Tidak kakang, aku akan tetap pergi, kehidupan
dibumi tidak cocok untuku. Dan hatiku sudah cukup sakit karena kebohonganmu.”
Jaka tarub : “Oh Nawang Wulan, apa ini tidak bisa dibicarakan
baik – baik? Aku tau aku salah tapi tolong dengarkan aku, aku tak bisa hidup
tanpamu.”
Nawang Wulan : “Tidak kakang, kodratku adalah sebagai bidadari
dan aku harus kembali ke Khayangan.“
Jaka Tarub : “Jika kau pergi, berarti selama ini kau tidak
benar-benar mencintaiku.”
Nawang Wulan : “Aku pergi bukan karena tidak mencintaimu,
tapi karena kebohonganmu.”
Jaka Tarub : “ Aku bisa galau tanpamu isteriku.”
Nawang Wulan : “Aku mohon kakang, relakan aku pergi, jagalah
dirimu baik-baik aku akan selalu merindukanmu.”(Nawang Wulan pergi)
Dengan hati teriris Jaka Tarub
menyaksikan isterinya pergi kembali ke khayangan, ia menyadari perbuatannya. Ia
menyesal telah berbohong pada isterinya yang begitu ia cintai. Demikianlah
kisah jaka Tarub dan Nawang Wulan. Kisah cinta yang tragis, cinta mereka tidak
bisa bersatu karena perbedaan alam dan luka yang dibuat oleh Jaka Tarub pada
Nawang Wulan.
Naskah ini merupakan hasil karya saya yang diberi inspirasi oleh teman-teman satu kelompok, Novi, Rizal, Diza, Stefany, Irma, dan Aisyah.
3 Comments:
wqwq makasih yaaa :))
izin nyontek a gan .. =D
http://blog-nya-newbie.blogspot.com/
izin pinjem buat tugas drama ya min XD merci
Posting Komentar