“Tet...tet...tet...” Suara bel masuk berbunyi dengan
nyaring. Ini merupakan hari pertamaku masuk SMA favoritku, tapi aku harus
terlambat dihari pertamaku karena adikku yang rewel.
“Pak, pak, jangan ditutup dulu pintunya bapa baik deh.” Ucapku berlari kepintu
gerbang dengan nada merayu.
“Kamu murid baru ya?” jawab satpam sekolah dengan ramah.
Aku hanya mengangguk sambil memperlihatkan muka yang memelas kepada pak
satpam yang bernama Pak Limin.
“Yasudah, kamu boleh masuk asalkan jangan terlambat lagi ya.”
“Iya bapa, makasih bapa.” Jawabku sambil berlari ke dalam sekolah.
Oh ya, hampir saja
aku lupa. Namaku Syafa Aryadian, gadis biasa berumur 15 tahun dengan tinggi
badan 155 cm. Kulitku ga item-item banget ga putih-putih juga intinya kulitku
kuning langsat, rambutku sepinggang dan keriting gantung dengan sikapku yang
bawel, baik, dan manis tapi kadang nyebelin juga sih hehe. Ok sekian
perkenalanku, kita lanjut ceritanya..
Akupun berlari tergesa-gesa di koridor sekolah menuju kelas X-8 yang
letaknya ada di lantai atas gedung belakang yang cukup jauh dari gerbang depan.
Karena aku berlari sambil melihat lantai tiba-tiba saja aku menabrak seseorang
“Bukk!” akupun terjatuh.
“Aduh! Kalau jalan liat-liat dong, matanya dipake orang lagi buru-buru
nih.” Omelku, sambil berusaha berdiri.
Saat aku melihat wajah orang yang menabrakku, aku hanya bisa melongo asli
ganteng banget. Dia sepertinya sebaya denganku.
“Maaf aku ga sengaja, kamu ada yang luka?” ucap cowo tinggi itu.
“Eh, eng...ng...engga ko. Aku ga apa-apa, oh iya aku telat!” ucapku
sambil berlari lagi.
Di kelas aku masiih
terbayang-bayang wajah lelaki itu, hingga akhirnya bel pulang berbunyi. Akupun
pulang dengan seribu pertanyaan tentang murid lelaki itu, dan berbaring di
kamarku.
“Aduh... cowo itu siapa ya? Aku lupa menanyakan namanya lagi, malahan aku
marahin dia gara-gara telat sih.” Gerutuku sambil meremas bantal berbentuk hati
yang aku pegang. Akupun terlarut dalam bayanganku tentang dirinya.
“Syafa...Syafa....”panggil mamah di depan pintu kamar.
“SYAFA...........!” teriak mamah.
“Buk!” aku terguling kelantai karena terkaget oleh suara mamahku yang
menurutku seperti gempa berskala 7.5 skala richter.
“Aduh, apa mah?” jawabku berteriak sambil menahan sakit dan membukakan
pintu.
“Dari tadi mamah ketok-ketok, dipanggil-panggil eh ga dibukain pintunya,
ga di jawab juga. Kamu lagi ngapain emangnya sampe suara mamah ga kendengeran?”
“Hehe...” jawabku singkat.
“Kenapa malah ketawa doang?” mamah heran.
“Hehe... Engga kenapa-kenapa ko ma, lagi seneng aja.”
“Dasar anak muda.” Gerutu mamah.
“Mamah ada apa nyariin Syafa?”
“Mamah lupa lagi mau nyuruh kamu apaan, gara-gara kamu sih.”
“Yeh ko malah nyalahin Syafa.”
ccc
Masa-masa sekolah memang yang paling indah ya, apalagi
ternyata aku memiliki perasaan yang spesial pada seorang lelaki, ya lelaki itu
adalah dia yang pernah menabrakku di hari pertamaku sekolah. Dan ternyata dia
teman satu kelasku, waktu hari pertama dia mendapat dispensasi karena dia mengikuti
lomba futsal jadi aku ga tau deh kalo ternyata dia teman sekelasku.
Awalnya aku segan
untuk dekat dengannya, namun karena rasa penasaranku padanya dan akupun tak
bisa memungkiri rasa sukaku padanya akupun memberanikan diri untuk jauh lebih
mengenalnya. Namanya Fahmi, dia baik dan pengertian.
“Anak-anak kalian ibu akan membagi kalian kedalam 7 kelompok, dan
tiap-tiap kelompoknya terdiri dari 5 orang. Dengarkan baik-baik ya, supaya ibu
tidak mengulangi apa yang ibu katakan lagi.
Kelompok 1 : Kaka, Aca, Banu, Rizka, dan Toni.
Kelompok 2 : Chika, Fahmi, Tami, Syafa, dan Angga.
Kelompok 3 : Riri, Dani, Gina, Pupi, dan Kintan.
Kelompok 4 : Eko, Ana, Gilang, Luthfi, dan Joana.
Kelompok 5 : Sandi, Catherina, Mano, Sofi, dan Rizky.
Kelompok 6 : Rendy, Laksmi, Cinta, Melvin, dan Jody.
Kelompok 7 : Arfandi, Sally, Agus, Rara, dan Bagaskara.
Ayo semuanya, sekarang kalian duduk bersama kelompoknya masing-masing dan
kerjakan lks yang ibu berikan.” Tegas bu Chikata.
Sambil berjalan menuju kelompokku, jantungku berdebar kencang. ”Aduh...
aku sekelompok sama Fahmi.” Ucapku senang dan gelisah dalam hati.
Saat-saat berdua dan dekat dengan Fahmipun dimulai,
aku merasa nyaman dan semakin menyayanginya karena bagiku Fahmi itu berbeda.
Sejak saat itu aku dan Fahmi semakin dekat, aku selalu berbagi cerita
dengannya, jika aku membutuhkan seseorang pasti dia selalu ada dan begitupun
sebaliknya. Dia itu segalanya bagiku, maklumlah dia cinta pertamaku hehe.
Hari demi haripun berlalu, akhirnya perasaan itu
muncul juga ya perasaan ingin mengatakan rasa sayangku pada Fahmi tapi aku
tidak bisa mengatakannya saat aku tahu bahwa sahabatku Aca menyukainya juga.
Aca sahabatku sejak SMP, dia anaknya baik, sering membantuku. Tapi entah kenapa
ada sesuatu yang membuatku memberanikan diri mengobrol dengan Fahmi dan
mengajaknya ke Taman sekolah.
“Ada apa sih Fa, ko tumben ngajak Fahmi ngobrol disini?” tanya Fahmi
heran.
“Hm... gini Mi, aku pengen ngomong sama kamu.” Jawabku dengan nada
linglung.
“Yaudah Fahmi dengerin Syafa. Emang Syafa mau ngomong apa?”
“Fahmi...aku...aku...aku... gajadi deh.” Ucapku sambil menggaruk-garuk
kepala karena gugup.
“Loh ko gajadi? Pasti bohong deh, udah ngomong aja aku kan baik Fa.
Ngomong aja Syafa...” Fahmi mendesak.
“Hm... Mi... Aku...su...”
“Hey! Kalian aku cari-cari daritadi!” Kaget Aca.
“Eh kamu Ca.” Ucapku kaget.
“Kalian ngapain disini? Bingung tau nyariin kalian.”
“Eh engga lagi ngapa-ngapain ko, udah ah kita ke kelas yuk! Panas nih.”
Ucapku merubah pembicaraan.
ccc
Siang itu aku gelisah karena kejadian kemarin, aku
hanya memeluk tiang balkon rumahku sambil berbicara sendiri. “Gimana nih aku
udah pengen ngungkapin semua perasaan aku, tapi aku ga mungkin nyakitin hatinya
Aca tapi aku juga pengen Fahmi tau isi hatiku.” Ucapku bingung sambil menatap
langit biru.
Tiba-tiba handphoneku bergetar, dan ternyata itu telfon dari Fahmi akupun
segera menjawab telfon itu.
“Halo Fa, sibuk ga hari ini? kalo engga tolong dateng ke KFC ya aku
tunggu jam 3 ya ada sesuatu yang mau aku bicarain. Bye.”
Aku masih terheran
dengan Fahmi, belum aku jawab sepatah katapun tapi dia sudah menutup telfonnya
ya sudahlah aku datang saja dari pada dia mengamuk.
Di KFC...
“Apa Mi? Kamu serius? Pasti gabenerkan semua omongan kamu?” ucapku kaget.
“Engga aku serius, aku suka sama kamu Fa. Sejak awal kita bertemu pas
tabrakan di koridor aku udah ngerasa lain sama kamu. Kamu mau jadi pacar aku
Fa?” pinta Fahmi pelan.
“Hm.. sebenernya akupun punya perasa yang sama kaya kamu Mi, dari awal
kita bertemu dan kita sekelas tapi...” ucapanku terhenti dan air mataku
akhirnya membasahi pipiku.
“Kamu kenapa Fa? Ko kamu nangis?” tanya Fahmi kaget.
“Mi, aku bahagia banget kamu punya perasaan yang sama kaya Syafa ke kamu.
Rasa sayang aku terbalas, tapi...”
“Tapi kenapa Fa? Bilang sama aku ada apa?”
“Temen aku juga ada yang suka sama kamu, dia suka banget dan aku gamau
nyakitin dia.”
“Siapa dia Fa?”
“Aca Mi, dia juga suka sama kamu. Aku bingung harus gimana Mi.”
“Yaudah hal tentang Aca nanti kita bicarakan baik-baik sama dianya. Fahmi
sayang cuman sama Syafa, buat aku kamu beda Fa. Sekarang pertanyaan aku, Syafa
Aryadian mau nerima aku ga?” tanya Fahmi lembut, sambil memegang tanganku.
Tangisanku terhenti dan aku hanya mengangguk sambil tersenyum padanya.
ccc
“Ah... ternyata kamu di sini Fa, aku cari-cari.” Kaget Aca.
“Eh, ada apa Ca? Kebetulan ada kamu, aku pengen nanya sesuatu sama kamu.”
Jawabku lembut.
“Oh... mau nanya apa nih, aku siap menjawab.”
“Menurut kamu gimana kalo ada dua cewe yang temenan yang suka sama satu
cowo yang sama, tapi si cowonya suka sama salah satu cewenya aja?”
“Menurut aku, temen yang satunya lagi harus ngerti. Mungkin si cowo itu
emang ditakdirin bukan buat dia. Emangnya kenapa Fa?” heran Aca.
“Sebenernya Ca, aku sama Fahmi udah jadian kemarin.” Ucapku pelan.
Aca terdiam sejenak dan terlihat canggung. “Beneran Fa?” tanyanya
memastikan.
“Em... iya Ca. Aku gabisa nolak dia, Ca jangan marah ya maaf.”
“Hm...” Aca menarik nafas yang panjang. “Engga ko, aku malah seneng. Ya seperti yang aku bilang tadi, mungkin
Fahmi bukan untuk aku dan ya walaupun sedikit sakit hati tapi aku ngerti ko
sebagai sahabat kamu. Baik-baik ya sama Fahmi.” Ucapnya tegar.
“Ah Aca... kamu emang sahabat aku yang paling baik banget.” Ucapku sambil
memeluk Aca.
Tiba-tiba Fahmi
datang dengan heran.
“Eh Fahmi, selamat ya jaga baik-baik sahabat aku.” Ucap Aca.
“Aca, kamu gamarah sama aku dan Syafa?” tanya Fahmi heran.
“Ya engga dong Mi, malahan aku seneng kalo sahabat aku bahagia.”
“Aca, makasiih ya. Aku pati bakal jagain Syafa ko.”
“Oke sip.”
ccc
Hari demi hari aku lalui bersama Fahmi, dan tak terasa
dua setengah tahun aku bersamanya menjalani hari di SMA. Aku dan dia selalu
menerapkan prinsip saling percaya dan saling mengerti dan itulah yang membuat
aku dan dia bahagia. Namun ya manusia hanya berencana, kebahagian yang aku
rasakan bersama tidak berlangsung lama karena aku harus merasakan sakitnya hal
ini, ya aku mengalami kecelakaan. Aku ditabrak mobil dan keadaanku langsung
kritis karena terjadi pendarahan di kepalaku duniaku serasa runtuh seketika.
Saat aku membuka mata, wajah sedih Fahmi, Aca, dan
mamah sudah ada di hadapanku. Aku serasa mati rasa, rasanya tak kuat melihat
mereka harus menangis menatapku terbujur kaku dengan selang oksigen dan infusan
yang menancap di tubuhku.
“Tante, Aca, Syafa sadar.” Ucap Fahmi girang.
“Mamah, Fahmi, Aca... aku dimana?” ucapku lirih.
“Kamu di rumah sakit sayang.” Ucap mamahku pelan.
“Fa, maafin aku ya. Fahmi ga bisa jagain Syafa dengan baik, Aku mestinya
nganterin kamu pulang tapi aku terlalu sibuk sama duniaku sendiri...” ucap
Fahmi sambil menangis.
“Bukan salah kamu ko Mi, ini semua kehendak-Nya kalau pada akhirnya Syafa
harus gini.” Jawabku pelan, yang akhirnya air mata membasahi pipiku. Air mata
itu terasa sedingin es saat mengenai pipiku. “Mamah, Fahmi, Aca, Syafa sebentar
lagi mau pergi. Syafa minta maaf ya, apalagi sama mamah maafin Syafa ya mah.”
Lanjutku lirih.
Aku hanya melihat mamah dan Aca menangis, begitupun Fahmi. Aku tak kuat
melihat mereka menangis.
“Engga Fa, engga. Kamu ga akan pergi kemana-mana.” hentak Fahmi sambil
menggenggam tanganku.
“Iya Fa, kamu bakalan sembuh, kamu ga akan kemana-mana kamu akan disini
bersama kita.” tutur Aca.
Aku hanya bisa tersenyum, dan ah aku sudah pasrah pada-Nya. Aku sudah
ikhlas jika harus meninggalkan mereka semua, ya mereka yang aku cintaai sepenuh
hatiku.
“Mi, Ca, aku minta kalau aku pergi Aca gantiin Syafa disamping Fahmi ya
dan Fahmi juga harus nyayangin Aca kaya Fahmi nyayangin aku.” Ucapku pelan
dengan nafas yang tersenggal-senggal.
“Engga Fa, kamu ga akan pergi! Fahmi sayang banget sama kamu Fa.” Jawab
Fahmi menghentak.
“Mamah, Syafa sayang mamah. Mamah baik-bak ya dirumah sama papah. Fahmi
makasih ya, kamu pacar yang paling baik yang pernah aku milikin dan kamu Ca
kamu sahabat yang paling baik sedunia yang paling ngerti Syafa. Aku sayang
kalian semua, sayangnya Syafa ke Fahmi ga akan pernah ilang.
Lai..la...ha..Illahlah..” akhir ucapanku.
Tangankupun terjatuh dari genggaman Fahmi, aku sungguh
merasa bahagia di akhir hayatku. Ya, dua setengah tahun yang bahagia di dunia. Akhirnya
cinta yang telah aku inginkan selama ini, cinta pengisi kehampaan hatiku telah
aku temukan dan aku miliki. Makasih Mi, kamu lelaki yang paling baik yang
pernah aku kenal, aku sangat menyayangi kamu sampai kapanpun juga. Syafa selalu
sayang Fahmi Idza Nugraha, akhir cerita yang indah bagiku. Thanks GodJ
Inspiring from my sista.
Dedicated for someone who far away in there.
January, 6th 2013
0 Comments:
Posting Komentar